Makna Yang Terkandung Dalam Acara Adat Ngarot di Kabupaten Indramayu
Sejarah adat Ngarot
Pada tahun 1681, Lelea masuk wilayah kekuasaan kerajaan Sumedang Larang, oleh karena itu bahasa asli penduduk desa Lelea ialah bahasa Sunda. Ngarot adalah salah satu adat istiadat yang ada di desa Lelea Kabupaten Indramayu di lakukan oleh masyarakat Lelea secara turun temurun hingga sekarang dengan tidak terputus putus. Pada awalnya pelaksanaan upacara adat Ngarot tidak di balai desa akan tetapi di laksanakan di balai adat.
Upacara Ngarot dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena, tahun 1686. Kuwu Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta adat Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepada tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), memanen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.
Kata Ngarot dari bahasa Sansekerta berarti Ngaruwat artinya membersihkan diri dari segala noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Sedangkan menurut bahasa Sunda kuno Ngarot mempunyai arti minum, oleh pribumi disebut Kasinoman, karena pelakunya para kawula muda ( si enom artinya anak muda ). Pada perkembangannya upacara adat Ngarot dijadikan sebagai ajang mencari jodoh bagi muda-mudi penduduk setempat.
Pelaksanaan acara adat Ngarot di desa Lelea
Adat Ngarot adalah upacara tradisional masyarakat yang dikenal hanya dari desa Lelea yang dilakukan pada saat tibanya musim menggarap sawah, yaitu menjelang musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Desember. Adapun harinya telah ditetapkan yaitu hari Rabu yang dipercayai oleh masyarakat bahwa hari Rabu mempunyai sifat bumi yang cocok untuk mengawali musim tanam.
Upacara adat Ngarot juga tidak hanya di desa Lelea tetapi juga ada di desa tetangganya seperti di desa Tamansari, desa Tunggulpayung dan desa Jambak.
Pelaksanaan Acara adat Ngarot di desa Jambak
Di desa Jambak Kecamatan Cikedung acara Ngarot biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu dipertengahan bulan Desember. Kegiatan acaranya adalah mengarak perjaka dan perawan dari desa Jambak keliling desa dan kemudian berkumpul di balai desa. Mereka dipisah saling berhadapan dalam satu lingkaran luas dimana ditengah mereka ada pertunjukan tari Topeng. Disini ada kesempatan sang perjaka dan para gadis itu saling melihat diantara mereka untuk memilih untuk menjadi calon pendamping dalam perkawinan mereka kelak. Dalam prosesi ini sang gadis benar-benar diproteksi oleh orang tua dan keluarganya. Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa gadis peserta adat Ngarot gadis murahan. Untuk menjadi peserta pun tidak mudah karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Dan yang perlu diketahui juga bahwa di desa Lelea dan desa Jambak ada peraturan yang menabukan sang gadis atau perjaka asli setempat menikah dengan gadis atau perjaka desa lain, ini bukti kuatnya tradisi ini. Jika ada pernikahan dengan penduduk luar desa biasanya bukan penduduk asli desa Lelea atau desa Jambak atau statusnya sudah janda/duda.
Makna Yang Terkandung Dalam Upacara Adat Ngarot
Upacara adat ngarot ini dimulai pada pagi hari pukul 8.30 WIB, setelah para peserta berkumpul di halaman rumah Kepala Desa Lalea. Berbagai peserta dan perangkat kegiatan, seperti muda mudi, kepala desa, pamong desa, wakil lembaga desa, seniman dan para wisatawan turut hadir untuk memeriahkan kegiatan tersebut.
Setiap peserta yang mengikuti upacara adat ngarot, diwajibkan untuk menggenakan pakaian khas yang menjadi simbol dari masyarakat agraris. Remaja putri mengenakan busana kebaya berselendang yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, dan hiasan rambut yang terdiri dari rangkaian bunga-bunga seperti bunga kenanga, melati, dan kertas. Sedangkan remaja putra mengenakan busana baju komboran dan celana “gombrang” atau longgar berwarna hitam yang dilengkapi dengan ikat kepala.
Simbol pada pakaian kebaya dan komboran yang dikenakan oleh para peserta tersebut, memberikan pesan agar masyarakat harus tetap menjaga dan melestarikan pakaian adat petani. Sementara selendang yang digunakan oleh remaja putri, mengandung pesan bahwa mereka harus selalu menjaga penampilan fisik agar terlihat cantik dan menarik. Selain itu, aksesoris yang digunakan pun mempunyai makna tertentu. Pada bunga kenanga misalnya, pesan yang terkandung didalamnya adalah agar remaja putri tetap menjaga keperawanannya, bunga melati mengandung pesan agar remaja putri menjaga kebersihan diri dan kesuciannya, bunga kertas mengandung pesan bahwa remaja putri harus tetap menjaga kecantikannya sebagai kembang desa. Sedangkan simbol pada aksesoris kalung, gelang, dan cincin mengandung pesan bahwa petani harus bekerja dengan giat dalam menggarap sawah agar hasil panennya melimpah, dan ikat kepala yang digunakan oleh remaja putra mengandung pesan bahwa seorang jajaka harus mampu melindungi serta mengayomi keluarga dan masyarakat.
Tradisi Ngarot Lelea - Indramayu
Sejatinya acara adat Ngarot dimaksudkan untuk mengumpulkan para muda mudi yang akan diserahi tugas pekerjaan program pembangunan di bidang pertanian sambil menikmati minuman dan hiburan kesenian di balai desa. Acara pertemuan tersebut penuh keakraban dan saling bermaafan bila ada kesalahan diantara mereka. Pada dasarnya yang paling utama dari pertemuan tersebut agar para muda mudi menyadari bahwa tidak lama lagi mereka akan turun ke sawah, bekerja dan mengolah sawah bersama-sama, gotong royong saling bahu membahu secara sukarela, maka acara tersebut dinamakan “durugan”
Ngarot bertujuan untuk membina pergaulan yang sehat, agar para muda mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya nenek moyang kita orang timur.
foto: tirto.id/Andrey Gromico
Pada tahun 1681, Lelea masuk wilayah kekuasaan kerajaan Sumedang Larang, oleh karena itu bahasa asli penduduk desa Lelea ialah bahasa Sunda. Ngarot adalah salah satu adat istiadat yang ada di desa Lelea Kabupaten Indramayu di lakukan oleh masyarakat Lelea secara turun temurun hingga sekarang dengan tidak terputus putus. Pada awalnya pelaksanaan upacara adat Ngarot tidak di balai desa akan tetapi di laksanakan di balai adat.
Upacara Ngarot dirintis oleh kuwu (kepala desa) pertama Lelea yang bernama Canggara Wirena, tahun 1686. Kuwu Canggara Wirena sengaja mengadakan pesta adat Ngarot sebagai ungkapan rasa syukur kepada tetua kampung bernama Ki Buyut Kapol, yang telah rela memberikan sebidang sawah seluas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur, ngarambet (menyiangi), memanen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.
Kata Ngarot dari bahasa Sansekerta berarti Ngaruwat artinya membersihkan diri dari segala noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Sedangkan menurut bahasa Sunda kuno Ngarot mempunyai arti minum, oleh pribumi disebut Kasinoman, karena pelakunya para kawula muda ( si enom artinya anak muda ). Pada perkembangannya upacara adat Ngarot dijadikan sebagai ajang mencari jodoh bagi muda-mudi penduduk setempat.
Pelaksanaan acara adat Ngarot di desa Lelea
Adat Ngarot adalah upacara tradisional masyarakat yang dikenal hanya dari desa Lelea yang dilakukan pada saat tibanya musim menggarap sawah, yaitu menjelang musim hujan sekitar bulan Oktober sampai Desember. Adapun harinya telah ditetapkan yaitu hari Rabu yang dipercayai oleh masyarakat bahwa hari Rabu mempunyai sifat bumi yang cocok untuk mengawali musim tanam.
Upacara adat Ngarot juga tidak hanya di desa Lelea tetapi juga ada di desa tetangganya seperti di desa Tamansari, desa Tunggulpayung dan desa Jambak.
Pelaksanaan Acara adat Ngarot di desa Jambak
Di desa Jambak Kecamatan Cikedung acara Ngarot biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu dipertengahan bulan Desember. Kegiatan acaranya adalah mengarak perjaka dan perawan dari desa Jambak keliling desa dan kemudian berkumpul di balai desa. Mereka dipisah saling berhadapan dalam satu lingkaran luas dimana ditengah mereka ada pertunjukan tari Topeng. Disini ada kesempatan sang perjaka dan para gadis itu saling melihat diantara mereka untuk memilih untuk menjadi calon pendamping dalam perkawinan mereka kelak. Dalam prosesi ini sang gadis benar-benar diproteksi oleh orang tua dan keluarganya. Jadi tidak benar jika ada anggapan bahwa gadis peserta adat Ngarot gadis murahan. Untuk menjadi peserta pun tidak mudah karena ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.
Dan yang perlu diketahui juga bahwa di desa Lelea dan desa Jambak ada peraturan yang menabukan sang gadis atau perjaka asli setempat menikah dengan gadis atau perjaka desa lain, ini bukti kuatnya tradisi ini. Jika ada pernikahan dengan penduduk luar desa biasanya bukan penduduk asli desa Lelea atau desa Jambak atau statusnya sudah janda/duda.
Makna Yang Terkandung Dalam Upacara Adat Ngarot
Upacara adat ngarot ini dimulai pada pagi hari pukul 8.30 WIB, setelah para peserta berkumpul di halaman rumah Kepala Desa Lalea. Berbagai peserta dan perangkat kegiatan, seperti muda mudi, kepala desa, pamong desa, wakil lembaga desa, seniman dan para wisatawan turut hadir untuk memeriahkan kegiatan tersebut.
Setiap peserta yang mengikuti upacara adat ngarot, diwajibkan untuk menggenakan pakaian khas yang menjadi simbol dari masyarakat agraris. Remaja putri mengenakan busana kebaya berselendang yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, dan hiasan rambut yang terdiri dari rangkaian bunga-bunga seperti bunga kenanga, melati, dan kertas. Sedangkan remaja putra mengenakan busana baju komboran dan celana “gombrang” atau longgar berwarna hitam yang dilengkapi dengan ikat kepala.
Simbol pada pakaian kebaya dan komboran yang dikenakan oleh para peserta tersebut, memberikan pesan agar masyarakat harus tetap menjaga dan melestarikan pakaian adat petani. Sementara selendang yang digunakan oleh remaja putri, mengandung pesan bahwa mereka harus selalu menjaga penampilan fisik agar terlihat cantik dan menarik. Selain itu, aksesoris yang digunakan pun mempunyai makna tertentu. Pada bunga kenanga misalnya, pesan yang terkandung didalamnya adalah agar remaja putri tetap menjaga keperawanannya, bunga melati mengandung pesan agar remaja putri menjaga kebersihan diri dan kesuciannya, bunga kertas mengandung pesan bahwa remaja putri harus tetap menjaga kecantikannya sebagai kembang desa. Sedangkan simbol pada aksesoris kalung, gelang, dan cincin mengandung pesan bahwa petani harus bekerja dengan giat dalam menggarap sawah agar hasil panennya melimpah, dan ikat kepala yang digunakan oleh remaja putra mengandung pesan bahwa seorang jajaka harus mampu melindungi serta mengayomi keluarga dan masyarakat.
Tradisi Ngarot Lelea - Indramayu
Sejatinya acara adat Ngarot dimaksudkan untuk mengumpulkan para muda mudi yang akan diserahi tugas pekerjaan program pembangunan di bidang pertanian sambil menikmati minuman dan hiburan kesenian di balai desa. Acara pertemuan tersebut penuh keakraban dan saling bermaafan bila ada kesalahan diantara mereka. Pada dasarnya yang paling utama dari pertemuan tersebut agar para muda mudi menyadari bahwa tidak lama lagi mereka akan turun ke sawah, bekerja dan mengolah sawah bersama-sama, gotong royong saling bahu membahu secara sukarela, maka acara tersebut dinamakan “durugan”
Ngarot bertujuan untuk membina pergaulan yang sehat, agar para muda mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya nenek moyang kita orang timur.
foto: tirto.id/Andrey Gromico
Tags:
Budaya