Lading, Pisau Peracik Bumbu Dapur Sejak Zaman Jawa Kuno
Lading - Foto: Koleksi Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta |
Masyarakat Jawa terutama para orang tua kita atau yang lahir era 80an masih sering mendengar kata lading, yang mungkin anak-anak sekarang sudah tidak pernah mendengar kata lading lebih sering mendengar kata pisau. Pelacakan kata lading sebagai alat dapur bisa ditelusuri dari bahasa Jawa Kuno yang digunakan oleh masyarakat Jawa sekitar abad 9 Masehi. Menurut kamus Jawa Kuna-Indonesia yang disusun oleh PJ Zoetmulder dan dicetak oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta (1995), pada halaman 555, disebutkan bahwa lading (arti kedua) mempunyai arti pisau.
PJ Zoelmulder sendiri mendasarkan pada cuplikan teks yang bersumber pada naskah Abhimanyuwiwaha (AbhW) 30.13 yang berbunyi “…hana kadhuwak caluk badhama len lading.” Dari teks tersebut, menandakan bahwa lading atau pisau sebagai alat dapur sudah dikenal sejak zaman Jawa kuno atau era kerajaan-kerajaan di tanah Jawa.
Sedangkan kata peso yang berarti pula pisau, dapat ditemukan di dalam kamus “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939) pada halaman 481. Ini menandakan bahwa istilah peso sebagai alat dapur digunakan oleh masyarakat Jawa masa kini jauh setelah penggunaan istilah lading. Setidaknya istilah peso digunakan sebelum awal abad 20.
Ternyata kata lading juga masih tetap terekam dalam kamus Jawa baru ini. Pada halaman 254 disebutkan arti kata lading, yaitu “piranti dianggo ngiris-iris” atau dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia berarti sebagai alat (dapur) yang berfungsi untuk memotong-motong (bumbu dapur, sayuran dan sebagainya).
Tentu wujud fisik lading atau (pisau) sebagai alat dapur di zaman dulu sangat berbeda dengan pisau di zaman sekarang. Pada zaman dulu, pisau masih dibuat dengan sangat sederhana. Setidaknya bahan logamnya hanya berasal dari besi berkualitas rendah yang ditempa dengan alat sederhana pula. Kemudian baru diberi pegangan dan mengalami pengasahan. Jadilah sebuah pisau tradisional. Pada zaman dewasa ini, pisau sebagai alat dapur mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan sudah dibedakan menjadi beraneka ragam, mulai dari pisau peracik bumbu dapur, pisau daging, pisau roti, dan masih banyak jenisnya serta biasanya sudah stainless steel atau anti karat.
Saat ini, pisau termasuk salah satu alat dapur masih eksis hingga sampai sekarang dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan zamannya. Demikian pula pusat-pusat pembuat pisau, tidak hanya berpusat pada sentra kerajinan tradisional, tetapi kini sudah banyak dikerjakan oleh pabrik-pabrik modern. Dengan demikian, bisa jadi pisau tradisional yang mudah berkarat akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih ke pisau yang lebih awet dan higienis (stainless steel).
PJ Zoelmulder sendiri mendasarkan pada cuplikan teks yang bersumber pada naskah Abhimanyuwiwaha (AbhW) 30.13 yang berbunyi “…hana kadhuwak caluk badhama len lading.” Dari teks tersebut, menandakan bahwa lading atau pisau sebagai alat dapur sudah dikenal sejak zaman Jawa kuno atau era kerajaan-kerajaan di tanah Jawa.
Sedangkan kata peso yang berarti pula pisau, dapat ditemukan di dalam kamus “Baoesastra Djawa” karangan WJS Poerwadarminta (1939) pada halaman 481. Ini menandakan bahwa istilah peso sebagai alat dapur digunakan oleh masyarakat Jawa masa kini jauh setelah penggunaan istilah lading. Setidaknya istilah peso digunakan sebelum awal abad 20.
Ternyata kata lading juga masih tetap terekam dalam kamus Jawa baru ini. Pada halaman 254 disebutkan arti kata lading, yaitu “piranti dianggo ngiris-iris” atau dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia berarti sebagai alat (dapur) yang berfungsi untuk memotong-motong (bumbu dapur, sayuran dan sebagainya).
Tentu wujud fisik lading atau (pisau) sebagai alat dapur di zaman dulu sangat berbeda dengan pisau di zaman sekarang. Pada zaman dulu, pisau masih dibuat dengan sangat sederhana. Setidaknya bahan logamnya hanya berasal dari besi berkualitas rendah yang ditempa dengan alat sederhana pula. Kemudian baru diberi pegangan dan mengalami pengasahan. Jadilah sebuah pisau tradisional. Pada zaman dewasa ini, pisau sebagai alat dapur mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bahkan sudah dibedakan menjadi beraneka ragam, mulai dari pisau peracik bumbu dapur, pisau daging, pisau roti, dan masih banyak jenisnya serta biasanya sudah stainless steel atau anti karat.
Saat ini, pisau termasuk salah satu alat dapur masih eksis hingga sampai sekarang dan terus mengalami perkembangan sesuai dengan zamannya. Demikian pula pusat-pusat pembuat pisau, tidak hanya berpusat pada sentra kerajinan tradisional, tetapi kini sudah banyak dikerjakan oleh pabrik-pabrik modern. Dengan demikian, bisa jadi pisau tradisional yang mudah berkarat akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih ke pisau yang lebih awet dan higienis (stainless steel).
sumber: budayajawa.id